ABSTARAK
Agama mempunyai kedudukan dan peranan sangat penting dan strategis. Peran
utama agama sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam pembangunan
nasional, agama juga berpengaruh untuk membersihkan jiwa manusia dan kemakmuran
rakyat, Agama sebagai sistem nilai seharusnya dipahami
dan diamalkan oleh setiap individu, warga dan masyarakat hingga akhirnya dapat
menjiwai kehidupan bangsa dan negara.
Walaupun
pendidikan agama mendapat porsi yang bagus sejak proklamasi kemerdekaan sampai
Orde Baru berakar, namun itu semua hanya bahasa kiasan belaka. Menurut
Abdurrahman Mas’ud , PhD. undang-undang pendidikan dari zaman dahulu sampai
sekarang masih terdapat dikotomi pendidikan. Kalau
dicermati bahwa undang-undang pendidikan nasional masih membeda-bedakan antara
pendidikan umum dan agama, padahal perkawinan, ilmu agama dan umum justru akan
menciptakan kebersamaan dan mampu menciptakan kehidupan yang harmonis serasi
dan seimbang.
PENDIDIKAN ISLAM MASA ORDE BARU
A. Pendidikan
Islam pada Masa Orde Baru
Orde baru adalah masa pemerintahan
di Indonesia sejak 11 Maret 1966 hingga terjadinya peralihan kepresidenan, dari
presiden Soeharto ke presiden Habibi pada 21 Mei 1998.[1][1] Peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru membawa konsekuensi
perubahan strategi politik dan kebijakan pendidikan nasional. Pada dasarnya
Orde Baru adalah suatu korelasi total terhadap Orde Lama yang didominasi oleh
PKI dan dianggap telah menyelewengkan pancasila.
Orde Baru memberikan corak baru bagi
kebijakan pendidikan agama islam, karena beralihnya pengaruh komunisme ke arah
pemurnian pancasila melalui rencana pembangunan Nasional berkelanjutan.
Terjadilah pergeseran kebijakan, dari murid berhak tidak ikut serta dalam
pelajaran agama apabila mereka menyatakan keberatannya, menjadi semua murid wajib
mengikuti pendidkan agama mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Masa Orde Baru disebut juga sebagai
Orde Konstitusional dan Orde Pembangunan. Yakni bertujuan membangun manusia
seutuhnya dan menyeimbangkan antara rohani dan jasmani untuk mewujudkan
kehidupan yang lebih baik. Pada tahun 1973-1978 dan 1983 dalam siding MPR yang
kemudian menyusun GBHN.
Selain itu, dalam Pelita IV di
bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa makin di kembangkan.
Dengan semakin meningkatnya dan meluasnya pembangunan, maka kehidupan keagamaan
dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa harus semakin diamalkan baik dalam
kehidupan pribadi maupun kehidupan social kemasyarakatan. Diusahakan supaya
terus bertambah sarana-sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan
keagamaan dan kehidupan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa termasuk
pendidikan agama isalam yang dimasukkan dalam kurikulum sekolah mulai dari
Sekolah Dasar sampai dengan Universitas Negeri.
Jadi kesimpulannya adalah bahwa
ditinjau dari falsafah Negara Pancasila, dari konstitusi UUD 1945, dan
keputusan MPR tentang GBHN maka kehidupan beragama dan pendidikan agama islam
di Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945 sampai Pelita VI tahun
1983 semakin mantap.
B. Keberhasilan-keberhasilan
Pendidikan pada Masa Orde Baru
1. Pemerintah memberlakukan pendidikan
agama dari tingkat SD hingga universitas (TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966),
madrasah mendapat perlakuan dan status yang sejajar dengan sekolah umum,
pesantren mendapat perhatian melalui subsidi dan pembinaan, berdirinya MUI
(Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1975, pelarangan SDSB (Sumbangan Dana
Sosial Berhadiah) mulai tahun 1993 setelah berjalan sejak awal tahun 1980-an.
2. Pemerintah juga pada akhirnya member
izin pada pelajar muslimah untuk memakai rok panjang dan busana jilbab di
sekolah-sekolah Negeri sebagai ganti seragam sekolah yang biasanya rok pendek
dan kepala terbuka.
3. Terbentuknya UU No. 2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan
agama, Komplikasi Hukum Islam (KHI), dukungan pemerintah terhadap pendirian
Bank Islam, Bank Muamalat Islam, yang telah lama diusulkan, lalu diteruskan
dengan pendirian BAZIS (Badan Amil Zakat Infak dan Sodaqoh) yang idenya muncul
sejak 1968, berdirinya Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, pemberlakuan label
halal atau haram oleh MUI bagi produk
makanan dan minuman pada kemasannya, terutama bagi jenis olahan.
Selanjutnya pemerintah juga
memfasilitasi penyebaran da’i ke daerah terpencil dan lahan transmigrasi,
mengadakan MTQ (Musabaqoh Tilawatil Qur’an), peringatan hari besar islam di
Masjid Istiqlal, mencetak dan mengedarkan mushaf Al-qur’an dan buku-buku agama
islam yang kemudian diberikan ke masjid atau perpustakaan Islam, terpusatnya
jama’ah haji di asrama haji, berdirinya MAN PK (Program Khusus) mulai tahun
1986, dan pendidikan pascasarjana untuk Dosen IAIN baik ke dalam maupun luar
negeri, merupakan kebijakan lainnya. Khusus mengenai kebijakan ini, Departemen
Agama telah membuka program pascasarjana IAIN sejak 1983 dan join cooperation dengan Negara-negara
Barat untuk studi lanjut jenjang Magister maupun Doktor. Selain itu, penayangan
pelajaran Bahasa Arab di TVRI dilakukan sejak 1990, dan sebagainya. Akibat
semua kebijakan tersebut, pembangunan bidang agama islam yang dilaksanakan Orde
Baru mempercepat peningkatan jumlah umat islam terdidik dan kelas menengah
muslim perkotaan
C. Kebijakan-kebijakan
pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan Islam
Kebijakan
pemerintah orde baru mengenai pendidikan islam dalam konteks madrasah di
indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir
1980- an sampai dengan 1990-an. Pada pemerintah, lembaga pendidikan di
kembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan peningkatan dan peningkatan mutu
pendidikan.[3][3]
Pada awal –
awal masa pemerintahan orde baru, kebijakan tentang madrasah bersifat
melanjutkan dan meningkatkan kebijakan orde lama. Pada tahap ini madrasah belum
di pandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat
lembaga pendidikan bersifat otonom di bawah pengawasan menteri agama.
Menghadapi
kenyataan tersebut di atas, langkah pertama dalam melakukan pembaruan ini
adalah di keluarkannya kebijakan tahun 1967 sebagai respons terhadap TAP MPRS
No. XXVII tahun 1966 dengan melakukan formalisasi dan strukturisasi Madrasah.
Dalam dekade
1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadaannya, namun di
awal –awal tahun 1970 –an, justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk
mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat
dengan langkah yang di tempuh pemerintah dengan langkah yang di tempuh
pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa keputusan presiden nomor
34 tanggal 18 April tahun 1972 tentang
tanggung jawab fungsional pendidikan dan latihan. Isi keputusan ini mencakup
tiga hal :
1. Menteri pendidikan dan kebudayaan
bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum dan kebijakan
2. Menteri tenaga kerja bertugas dan
bertanggung jawab atas pembinaan dan latihan keahlian dan kejuruan tenaga kerja
akan pegawai negeri
3. Ketua lembaga Administrasi Negara
bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus
untuk pegawai negri.
Selanjutnya,
kepres No 34 Tahun 1972 ini di pertegas oleh inpres No 15 tahun 1974 yang
mengatur operasionalnya. Dalam TAP MPRS Nomor XVII Tahun 1966 dijelaskan “agama
merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian tujuan nasional. Persoalan
keagamaan dikelola oleh Departemen Agama, sedangkan madrasah dalam TAP MPRS
Nomor 2 Tahun 1960 adalah lembaga pendidikan otonom di bawah bawah pengawasan
Menteri Agama”. Dari ketentuan ini, Departemen Agama menyelenggarakan
pendidikan madrasah tidak saja bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga
bersifat kejuruan. Dengan keputusan presiden No. 34 Tahun 1972 dan impres 1974,
penyelenggraan pendidikan dan kejuruan sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab
MENDIKBUD.
D.
Kurikulum
Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
Setelah SKB ( surat keputusan bersama )
tiga menteri, usaha pengembangan madrasah selanjutnya adalah di keluarkan nya
SKB tiga menteri P&K no.299/u/19884 dengan menteri agama no 45 th 1984,
tentang pengaturan pembakuan kurikulum sekolah umum dan kurikulum Madrasah yang
isinya antara lain adalah mengizinkan kepada lulusan madrasah untuk melanjutkan
ke sekolah – sekolah umum yang lebih tinggi. SKB 2 menteri di jiwai oleh TAP
MPR No. II / TAP/MPR/1983 tentang perlunya penyesuaian sistem pendidikan
sejalan dengan daya kebutuhan bidang bersama, antara lain dilakukan melaui
perbaikan kurikulum sebagai salah satu diantara sebagai salah satu diantara
berbagai upaya perbaikan penyelenggaraan pendidikan di sekolah umum dan
Madrasah.
Dalam keputusan tersebut terjadi
perubahan berupa perbaikan dan penyempurnaan kurikulum sekolah umum dan
madrasah. Perubahan tersebut tertuang dalam KMA No. 99 th 1984 untuk tingkat
MI, ketentuan KMA no 100 untuk tingkat MTS, dan MA no101 untuk tingkat PGAN. Ke
empat KMA tersebut merupakan upaya untuk memperbaiki kurikulum madrasah agar
lebih efektif dan efisien antara lain dalam hal :[4][4]
a. Mengorganisasikan
program pengajaran.
b. Untuk membentuk
manusia memiliki ketakwaan kepada Tuhan Yang maha Esa serta keharmonisan
sesama manusia dan lingkungannya.
c. Mengefektifkan
proses belajar mengajar.
d. Mengoptimalkan
waktu belajar.
Upaya dalam pengaturan dan pembaruan
kurikulum bmadrasah di kembangkan dengan menyusun kurikulum sesuai dengan
konsesus yang di tetapkan. Khusus untuk MA, waktu untuk setiap mata pelajaran
berlangsung 45 menit dan memakai semester. Sementara itu, jenis program
pendidikan dalam kurikulum madrasah terdiri dari program inti dan program
pilihan. Pengembangan kedua program kurikulum ini bagi menjadi dua bagian
yaitu: pendidikan agama, terdiri dari : Al-qur’an Hadits, aqidah Akhlak, fikih,
SKI, dan Bahasa Arab, dan pendidikan umum antara lain: PMP, PSPB, Bahasa dan
sastra indonesia, pengetahuan, sains, olah raga dan kesehatan, Matematika,
Pendidikan seni, pendidikan keterampilan, Bahasa inggris ( MTS dan MA ), kimia ( MA),
Geografi ( MA), Biologi (MA), Fisika ( MA) dan kimia (MA).
Sebagai esensi dari pembakuan kurikulum
di sekolah umum dan madrasah ini memuat antara lain :
1. Kurikulum
sekolah dan madrasah terdiri umum dan madrasah terdiri dari program inti dan
program pilihan.
2. Program inti
dalam rangka memenuhi tujuan pendidikan sekolah umum dan madrsah, dan program
inti sekolah umum dan madrasah secara kualitatif sama
3. Proram khusus (
pilihan ) di adakan untuk memberikan bekal kemampuan siswa yang akan
melanjutkan ke perguruan tinggi bagi sekolah menengah atas / Madrasah Aliyah
4. Pengaturan Pelaksanaan kurikulum sekolah umum
dan madrasah mengenai sistem kredit semester, bimbingan karir , ketuntasan
belajar.
5. Hal – hal yang
berhubungan dengan tenaga guru dan sarana pendidikan dalam rangka keberhasilan
pelaksanaan kurikulum akan diatur bersama oleh kedua departemen yang
bersangkutan
Dengan demikian, kurikulum 1984
tersebut pada hakikatnya mengacu pada SKB 3 dan SKB 2 menteri, baik dalam
program, tujuan maupun bahan kajian dan pelajarannya. Diantara rumusan
kurikulum 1984 memuat hal strategis sebagai berikut:
1. Program
kegiatan kurikulum madrasah ( MI, MTS dan MA) tahun 1984 di lakukan melalui
kegiatan internkurikuler, kokuler dan ekstrakurikuler, baik bdalam program inti
maupun program pilihan.
2. Proses belajar
mengajar di laksanakan dengan memperhatikan keserasian antara cara seseorang
belajar dengan apa yang di pelajarinya.
3. Penilaian di
lakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh untuk peningkatan proses dan
hasil belajar, serta pengelolaan program.
Sejak di
keluarkannya SKB 3 menteri yang di lanjutkan dengan SKB 2 menteri, secara
formal madrasah sudah menjadi sekolah umum yang menjadikan agama sebagai ciri
khas kelembagannya. Kebijakan pemerintah dalam 2 SKB diatas menimbulkan di lema
baru bagi Madrasah. Disatu pihak materi pengetahuan umum bagi madarasah secara
kuantitas dan kualitas mengalami peningkatan, tetapi di pihak lain penguasaan
murid terhadap pengetahuan agama menjadi seba tanggung . menyadari kondisi
seperti itu muncul keinginan pemerintah untuk mendirikan MA yang bersifat
khusus yang kemudian dikaenal dengan Madrasah Aliah Program khusus ( MAPK) yang
di rintis oleh H. Munawir Sjadzali.
REFERENSI
Nizar,
Samsul, Sejarah Pendidikan Islam,
Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2007.
Fuad,
Zakki, Sejarah Pendidikan Islam,
Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2011.
Zuhairini,dkk.,
Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:
Bumi Aksara, 1997.
Wahab,
rochidin, Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia, Bandung: Alfabeta, 2004.
0 komentar:
Posting Komentar